feed

Generasi Muda Bangsa Indonesia™

Sabtu, 02 April 2011

guru Menghamili Murid, Ironi di Dunia Pendidikan

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mengecam masih terjadinya kasus pencabulan guru terhadap muridnya yang terjadi di lingkungan sekolah. LBH Jakarta mendorong agar kasus pencabulan dan tindak asusila harus diproses secara hukum dengan menggunakan prespektif yang tepat.

Kasus asusila guru terhadap murid salah satunya terjadi di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Babelan, Bekasi, Jawa Barat. Seorang pelajar putri dengan inisial IS, kini seorang diri mengasuh buah hatinya dari hasil hubungan dengan lelaki berinisial SA yang tak lain adalah guru komputer di sekolahnya.

Kejadian bermula pada Januari 2010. IS dan AS melakukan hubungan suami istri hingga mengakibatkan IS hamil. Saat kehamilan IS memasuki bulan kesembilan, pihak sekolah melakukan interogasi kepada yang bersangkutan. Pemeriksaan berujung pada pengakuan AS. Saat bersamaan IS harus mengudurkan diri.

Orangtua IS kemudian melaporkan kejadian ini ke sejumlah instansi terkait antara lain Kepala Dinas Pendidikan Bekasi, Bupati Bekasi, Sekretaris Daerah Bekasi, Badan Kepegawaian Bekasi, dan juga polisi. Namun hanya Wakil Kepala Suku Dinas Pendidikan Kota Bekasi yang turun ke lokasi untuk melakukan penyelidikan.
SA mengitimidasi IS dan keluarga secara halus dengan membujuk agar keluarga tak membawa kasus ini ke ranah hukum. SA berjanji akan memberikan biaya persalinan serta biaya hidup anaknya selama dua tahun dengan jumlah total Rp 40 juta. IS dan keluarga akhirnya menerima tawaran SA karena mereka butuh uang.

Saat ini SA masih tetap berprofesi sebagai guru. Namun ia dimutasi ke sekolah lain. LBH Jakarta menilai langkah ini hanya membuka peluang bagi SA untuk mengulangi tindakan serupa pada siswi lain. Sementara itu IS tidak lagi dapat melanjutkan pendidikan dan keluarga pun dikucilkan oleh masyarakat.

Yang menjadi sorotan LBH Jakarta dalam kasus ini korban adalah seorang anak yang baru berusia 17 tahun pada saat persetubuhan. Ia punya hak untuk menikmati pendidikan dan juga bermain. Namun IS harus mengalami ketidakadilan karena penegakan hukum yang lemah serta aparat yang belum menggunakan perspektif yang tepat dalam penanganan kasusnya.(JUM)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar